Rabu, 21 Mei 2025

Koalisi Sipil Tolak Revisi UU TNI di DPR: Potensi Kembalikan Dwifungsi ABRI

Jumat, 21 Februari 2025 14:00 WIB
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritasumut.com
+ Gabung

Tak hanya itu, kata Koalisi, dampak lain dari penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil dan urusan sipil-domestik adalah mengenai akuntabilitas dan transparansi. Koalisi menilai sampai dengan saat ini tidak ada satu cabang kekuasaan atau lembaga apapun yang dapat mengawasi TNI secara efektif, sekalipun itu DPR RI.

"Selain itu kebijakan seperti ini juga dapat membuat hubungan sipil-militer menjadi tegang karena perubahan ini akan merusak pola organisasi, jenjang karir atau kebijakan dan manajemen ASN karena ceruk Prajurit TNI untuk mengambil alih semua jabatan sipil yang tersedia semakin luas," tutur Koalisi.

Baca Juga:

Penambahan Usia Prajurit

Koalisi menilai usulan penambahan usia prajurit dari 58 tahun menjadi 60 tahun untuk perwira, serta dari 53 tahun menjadi 58 tahun untuk bintara dan tamtama akan memicu inefisiensi pada tubuh TNI. Mereka menyebut kondisi tersebut akan melanggengkan masalah klasik di mana adanya penumpukan (surplus) perwira TNI non-job.

"Usulan tersebut akan memicu inefisiensi pada tubuh TNI, dapat menambah beban anggaran di sektor pertahanan, menghambat regenerasi, serta membuat macet jenjang karir dan kepangkatan. Kondisi tersebut akan melanggengkan masalah klasik dimana adanya penumpukan (surplus) perwira TNI non-job. Alih-alih melakukan kebijakan percepatan pensiun terhadap perwira TNI non-job perubahan usia pensiun ini juga akan berpotensi mengkaryakan mereka di luar instansi militer seperti pada jabatan sipil dan urusan sipil-domestik lainya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya," ujar Koalisi.

Upaya Politisasi Militer

Koalisi menyoroti adanya upaya politisasi militer yang tertuang dalam Pasal 53 Ayat (3), yang memungkinkan perpanjangan masa jabatan bagi perwira tinggi bintang empat berdasarkan keputusan Presiden. Mereka menyebut hal itu yang akan membuat perwira tinggi bintang empat tersebut rentan digunakan dalam agenda politik kekuasaan yang berfungsi kembalinya dwifungsi ABRI.

"Jika revisi ini tetap dijalankan, maka Indonesia akan menghadapi ancaman kembalinya Dwifungsi ABRI dalam politik dan pemerintahan, yang bertentangan dengan cita-cita reformasi," kata Koalisi.

Atas hal-hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah untuk menghentikan pembahasan revisi UU TNI. Mereka menegaskan seharusnya DPR dan pemerintah fokus mendorong agenda reformasi TNI yang mengalami regresi.

"Kami Koalisi RSK mendesak Pemerintah untuk menghentikan pembahasan revisi UU TNI. Seharusnya DPR dan Pemerintah tidak melanjutkan pembahasan revisi UU TNI dan memfokuskan pada mendorong agenda reformasi TNI yang mengalami regresi, membentuk UU Tugas Perbantuan, reformasi sistem peradilan militer dan restrukturisasi komando teritorial (Koter), melakukan evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan tugas pokok TNI, serta membangun sistem pengawasan internal dan eksternal terhadap TNI yang efektif, akuntabilitas dan transparan," tutur Koalisi Masyarakat Sipil.(dtc)

Tags
beritaTerkait
Ribuan Masyarakat di Medan Tumpah Ruah Rayakan Pengesahan RUU TNI
Revisi UU TNI, DPR Bakal Bahas Larangan TNI Berbisnis
komentar
beritaTerbaru
hit tracker