Peristiwa

Ditolak JPU, Penasehat Hukum Atek Berharap Hakim Kabulkan Eksepsi



Ditolak JPU, Penasehat Hukum Atek Berharap Hakim Kabulkan Eksepsi
beritasumut.com/ist

beritasumut.com - Sidang lanjutan kasus tudingan melakukan penipuan dan pemalsuan data autentik yang mendera Adil Anwar alias Atek (74) dengan jawaban jaksa penuntut umum (JPU) kembali bergulir di ruang Cakra Pengadilan Negeri Simalungun, Jalan Asahan, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Senin (5/6/2023) sekira pukul 09.00 WIB.

Dari jawaban eksepsi Penasehat Hukum (PH) Atek, JPU menyatakan penolakan. Agenda sidang mendengarkan jawaban eksepsi JPU ini dipimpin Hakim Ketua, Dr Nurnaningsih Amriani, SH, MH dengan anggota Aries Kata Ginting, SH, dan Yudi Dharma, SH serta Panitera Pengganti, Apollo Manurung.

Menanggapi penolakan eksepsi dari JPU, PH terdakwa menyatakan hal itu merupakan bagian hak JPU. Akan tetapi, dalam sidang selanjutnya nanti, PH terdakwa berharap dan bermohon agar Hakim mengabulkan pengalihan penahanan terhadap Atek.

"Kami berharap dan bermohon agar pengalihan penahanan dan eksepsi kami dikabulkan, itu harapan kami," ucap Dupa Setiawan, SH dari kantor Law Firm Effendy Sinuhaji, SE, SH, MSi, MH & Associates (ESA Law Firm) selaku PH Atek saat ditemui wartawan di kantor Pengadilan Negeri Simalungun.

Pada sidang sebelumnya, penasehat hukum Atek telah menyampaikan eksepsi atau keberatan dari JPU. Dikarenakan, PH Atek menduga kalau JPU merumuskan dakwaan terhadap Atek merupakan suatu konstruksi hukum yang dapat menyudutkan terdakwa pada posisi lemah secara yuridis. "Karena berdasarkan pasal 143 ayat 2 KUHAP, terdapat 2 unsur yang harus dipenuhi dalam surat dakwaan, yaitu syarat formil (pasal 143 ayat 2 huruf a dan pasal 143 ayat 2 huruf b). Dua unsur itu tidak ada," beber Dupa.

Selanjutnya, Pasal 143 ayat (3) huruf b KUHAP secara tegas menyebutkan bahwa tidak dipenuhinya syarat-syarat materil. "Surat dakwaan menjadi batal demi hukum atau null and void, yang berarti sejak semula tidak ada tindak pidana seperti yang dilukiskan dalam surat dakwaan itu," jelas Dupa.

PH dari Atek ini juga menjabarkan dalam eksepsinya bahwa dakwaan terhadap Atek keliru yang memberikan dakwaan dengan dakwaan posisi pertama pasal 378 (ancaman 4 tahun) dan memposisikan pasal 266 ayat 1 (ancaman 7 tahun) di posisi kedua.

"Seharusnya menempatkan dakwaan tindak pidana yang lebih tinggi pidananya. Dengan demikian, dakwaan yang berbentuk subsidiaritas yang melanggar sistematika yang sudah baku tersebut dianggap kacau dan menyesatkan bagi terdakwa dalam membela diri," tegasnya.

Disamping itu, sebut Dupa, masih ada upaya perdata yang diajukan oleh terdakwa Atek dan itu masih berlangsung. Sesuai Peraturan Menteri Mahkamah Agung RI No.1 tahun 1956 pasal 1 telah mengharuskan menyelesaikan masalah perdata tersebut dan menangguhkan perkara pidananya untuk menunggu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tersebut.

"Artinya pasal ini memberikan kewenangan kepada Hakim Pidana untuk menangguhkan pemeriksaan perkara pidana fan menunggu putusan Hakim Perdata dan mengesampingkan perkara pidananya," ungkap Dupa, sembari menyatakan Atek telah mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke PN Simalungun dan Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Simalungun, selaku tergugat IV terkait perkara perdata No.63/Pdt.G/2021/PN.Sim tanggal 11 Mei 2021 serta perkara perdata No.63/Pdt.G/2021/PN.Sim, tanggal 03 Oktober 2022.

Alasan lain lagi yang membuat terdakwa Atek tidak menuju unsur dakwaan yang dimaksud, papar Dupa, bahwa penerbitan SHM No.43 tanggal 15-12-1993 itu berdasarkan Surat Ukur No.1173/1993 dengan Luas 26.576 m2 dan berdasarkan SHM No. 43 yang terdaftar dan tercatat atas nama Wesly Sitomorang sebagai pemilik. "Disini Wesly Sitomorang sebagai pemohon sertifikat dan BPN Simalungun sebagai penerbit sertifikatnya," imbuh Dupa.


Tag: