Untuk massa aksi yang akan diturunkan, sebut Willy, berasal dari Medan, Deli Serdang, Serdangbedagai (Sergai), Tebingtinggi dan Batubara. "Jumlahnya kurang lebih 2.000 orang. Tuntutan aksi nanti kita mengusung Tri Tura Plus (Tiga Tuntutan Rakayat dan Buruh), pertama turunkan harga beras, sembako, listrik, BBM dan bangun ketahanan pangan serta ketersediaan energi. Kedua, menolak upah murah, Cabut PP 78 Tahun 2015 dan Jadikan KHL 84 dan ketiga tolak TKA Unskill Worker, Cabut Perpres 20 Tahun 2018 Tentang Tenaga Kerja Asing plus hapus outsourcing serta pilih presiden pro buruh," papar Willy.
Lebih rinci Willy menyebutkan, TKA yang masuk adalah pekerja unskill atau pekerja kasar. Kalau hanya pekerja kasar, di Indonesia masih sangat banyak buruh yang bisa melakukan pekerjaan tersebut, dengan demikian peluang kerja buruh lokal semakin tertutup di tengah-tengah penggaguran yang terus meningkat tiap tahun di Indonesia," kata Willy kepada wartawan, Kamis (26/04/2018).
Kedua, lanjut Willy, pihaknya menilai pemerintah tidak bertangung jawab dan tidak melaksanakan konstitusi UUD tahun 1945 Tentang Penghidupan dan Pekerjaan yang layak bagi warga negara Indonesia."Selain itu, jelas perpres TKA ini bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan yang jelas mengatur tenaga kerja asing tidak boleh masuk bekerja selain tenaga kerja yang memiliki kehalian khusus," tegasnya.
Ketiga, sambung Willy, pemerintah telah melakukan diskriminasi terhadap buruhnya sendiri."Bayangkan saja, sejak kepemimpinan presiden Jokowi kaum buruh terus di kebiri haknya. Banyak peraturan atau paket kebijakan yang dibuat Jokowi terus menguntungakan pengusaha (kapitalis) dan investor, salah terbitnya satunya PP 78 Tahun 2015 Tentang Upah. Di mana upah buruh saat ini ditekan pemerintah agar terus murah.Kami tidak anti investor masuk, tapi perhatikan juga kesejahteraan kaum buruh dalam menghidupi buruh dan keluarganya," tukasnya.
Keempat, sambungnya, kehadiran buruh kasar, khususnya dari Tiongkok akan membuat gaduh negeri ini jika dibiarkan bebas. Para buruh akan menjadi saling "mangsa" dalam melakukan aktivitas pekerjaan, karena minimnya lapangan pekerjaan. Bisa saja hubungan industrial yang selama ini baik di perusahaan bisa menuai konflik antar tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing.
"Karena kita tahu karakter buruh Tiongkok keras dan kerap menimbulkan keributan. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka kami dengan tegas menolak kehadiran buruh kasar asing, pemerintah harusnya justru memikirkan pekerja lokal yang masih berebut dalam mencari lapangan pekerjaan, belum lagi pekerja aktif (Formal) masih dihantui PHK massal karena adanya sistem kerja kontrak/outsourcing dan upah murah," pungkasnya.(BS04)
Tag:
Politik & Pemerintahan
Politik & Pemerintahan
Peristiwa
Peristiwa
Peristiwa
Peristiwa