beritasumut.com - Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri ikut berkoordinasi dengan otoritas Singapura terkait pemulangan buron kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos. Paulus Tannos, yang merupakan buronan KPK, saat ini masih berada di Singapura usai ditangkap.
"Tentunya kami menjadi jembatan atas kerja sama dari penegak hukum Indonesia dan Singapura. Divhubinter Polri sudah melakukan koordinasi (dengan otoritas Singapura)," kata Ses NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri Brigjen Untung Widyatmoko saat dimintai konfirmasi, Jumat (24/1/2025).
Untung belum menjelaskan detail kapan rencananya Paulus Tannos akan diterbangkan ke RI. Dia hanya mengatakan informasi lebih lengkap dapat ditanyakan ke KPK yang menangani perkara Paulus.
"Untuk lebih lengkapnya bisa (ditanyakan) ke KPK," ujarnya.
Sebelumnya, buron kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos ditangkap di Singapura. Ketua KPK Setyo Budiyanto yakin proses ekstradisi Tannos akan lancar meski Tannos sudah berganti kewarganegaraan.
"Ya nggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar," kata Setyo Budiyanto di Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025).
Wakil KetuaKPK Fitroh juga mengatakan KPK berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung dan Menteri Hukum untuk proses ekstradisi Paulus. Dia mengatakan ada sejumlah persyaratan yang harus diurus.
"KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan," ujar Fitroh.
Pada 2019, KPK menyebut Paulus Tannos sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. KPK mengatakan akta perjanjian konsorsium proyek e-KTP menyebut perusahaan Paulus bertanggung jawab atas pembuatan, personalisasi dan distribusi blangko e-KTP.
KPK menduga Paulus Tannos melakukan kongkalikong dengan melakukan pertemuan untuk menghasilkan peraturan yang bersifat teknis. Kongkalikong itu diduga terjadi sebelum proyek dilelang.
"Tersangka PLS (Paulus Tannos) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan tersangka ISE (Isnu Edhi Wijaya) untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri," kata Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang.