beritasumut.com - Neraca pangan nasional tahun 2024 mencatat kebutuhan konsumsi daging sapi di Indonesia mencapai 724,2 ribu ton. Namun, total produksi daging sapi dalam negeri hanya sebesar 432,9 ribu ton, sehingga terjadi defisit sebesar 291,3 ribu ton.
Pasalnya pemasok utama daging sapi dalam negeri didominasi peternakan berskala kecil (BPS, 2024). Padahal swasembada pangan menjadi salah satu misi Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo.
Merespon tantangan itu, Sandi Pamungkas, mahasiswa Program Studi Ekonomi Universitas Pertamina (UPER), menginisiasi Moo Apps, sebuah inovasi teknologi yang dirancang sebagai alat pemantau kesehatan hewan ternak terintegrasi dengan aplikasi ponsel.
“Moo Apps dirancang untuk memungkinkan peternak memantau kesehatan sapi secara real-time. Dengan fitur seperti deteksi suhu tubuh, detak jantung, peredaran darah, dan aktivitas gerak hewan. Teknologi ini tidak hanya membantu mengurangi risiko penyebaran penyakit, tetapi juga mendukung praktik peternakan yang lebih sehat dan berkelanjutan,” ujar Sandi, Selasa (14/01/2025).
Keterbatasan produksi daging sapi juga disebabkan rendahnya kualitas ternak dan manajemen pemeliharaan yang kurang optimal. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2024), hal ini tercermin dari lonjakan kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Salah satunya di Jawa Tengah, yang merupakan wilayah dengan produksi sapi potong terbanyak, mencapai 1,26 juta ekor. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.026 ekor sapi terinfeksi PMK. Situasi ini merugikan peternak dan berdampak negatif terhadap jumlah produksi daging sapi dalam negeri.
Memaksimalkan manfaat bagi peternak, Moo Apps juga dilengkapi dengan fitur konsultasi langsung dengan dokter hewan dan marketplace yang menghubungkan rumah potong hewan dengan pemasok daging, membantu peternak memasarkan hasil ternaknya lebih luas. Saat ini, aplikasi tersebut telah bermitra dengan 80 pedagang dan diharapkan mampu meningkatkan kualitas serta produksi daging sapi dalam negeri.