Kesehatan

Dinkes: Pergeseran PMT untuk Optimalisasi Penanggulangan Stunting Hindari Duplikasi Anggaran



Dinkes: Pergeseran PMT untuk Optimalisasi Penanggulangan Stunting Hindari Duplikasi Anggaran
beritasumut.com/ist

beritasumut.com - Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menyatakan, bahwa pergeseran anggaran belanja pemberian makanan tambahan (PMT) lokal tahun 2023 hakekatnya adalah untuk optimalisasi penanggulangan stunting.

“Pergeseran dari PMT lokal menjadi belanja susu balita usia di atas tiga tahun dan susu ibu hamil itu juga untuk efektivitas anggaran sekaligus menghindari duplikasi anggaran,” ungkap Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Sumut Hamid Rijal Lubis, kepada wartawan, Rabu (01/11/2023).

Lebih lanjut Rijal memaparkan, Dinas Kesehatan Sumut tahun 2023 memiliki anggaran belanja penambah daya tahan tubuh yang semula direncanakan untuk PMT Lokal. Sasarannya ibu hamil kurang energi kronis (KEK), balita berat badan tidak naik, balita berat badan kurang dan balita gizi kurang.

“Rencana lokasi pemberian PMT adalah di Kabupaten Nias Utara, Mandailing Natal, Padang Lawas, Dairi dan Batubara,” jelasnya.

Lalu pada Mei 2023, jelasnya, Kemenkes menerbitkan juknis PMT berbahan pangan lokal untuk balita dan ibu hamil. Pada bagian III juknis disebutkan pembagian peran pada penyelenggaran PMT lokal adalah pusat sebagai penyusunan petunjuk teknis, sosialisasi dan orientasi PMT kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas, mitra serta monitoring evaluasi.

Kemudian, lanjutnya, Provinsi dan Kabupaten/Kota berperan dalam sosialisasi orientasi kegiatan PMT dan monitoring evaluasi. Sedangkan Puskesmas berperan dalam pertemuan tingkat kecamatan untuk penentuan sasaran, lokasi pelaksanaan PMT, menu dan jadwal, pembekalan kepada penyelenggara PMT di desa dan pemantauan PMT.

Untuk desa, kata Rijal berperan dalam Musyawarah Masyarakat Desa (MMD), perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan PMT. Terkahir adalah Posyandu berperan dalam pendataan sasaran, deteksi gangguan tumbuh kembang, edukasi dan pencatatan

“Berdasarkan juknis PMT lokal bahwa tahapan penyelenggaraan mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan sampai pencatatan dan pelaporan, peranan utamanya adalah puskesmas dan desa,” terangnya.

Masih dari Bagian III juknis tersebut, tutur Rijal, disimpulkan bahwa pelaksana PMT lokal sebaiknya langsung dilaksanakan oleh Puskesmas bersama desa. Sementara Dinas Kesehatan Provinsi berperan untuk sosialisasi orientasi kegiatan PMT dan monitoring evaluasi.

Dalam hal ini sambungnya, Dinas Kesehatan Sumut juga kesulitan untuk melaksanakan langsung kegiatan PMT lokal. Hal itu mengingat tahapan kegiatannya harus terlibat secara penuh pada seluruh proses, mulai dari pembelian bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyiapan makanan dan mendistribusikan makanan kepada sasaran termasuk pencatatan dan pelaporan pada buku kesehatan ibu dan anak serta Aplikasi Sigizi Terpadu.

Faktor lain yang menjadi penyulit bagi Dinas Kesehatan, imbuhnya adalah rentang kendali yang begitu jauh apabila langsung terlibat dalam pelaksanaan PMT lokal, mengingat area geografis untuk daerah yang ditetapkan sebelumnya yaitu Kabupaten Nias Utara, Mandailing Natal, Padang Lawas, Dairi dan Batubara.

“Kemudian pada sisi lain, untuk Tahun Anggaran 2023, Kemenkes RI melalui mekanisme BOK Salur juga menganggarkan PMT Lokal senilai Rp96.207.772.995 kepada 29 Kabupaten/Kota se Sumatera Utara termasuk Kabupaten Nias Utara, Mandailing Natal, Padang Lawas, Dairi dan Batubara,” paparnya.

Dikemukakannya, pelaksanaan PMT lokal dari Kemenkes RI ini langsung dikelola oleh Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada pelaporan.

“Dengan adanya anggaran PMT lokal di Puskesmas (BOK Salur) maka seluruh sasaran ibu hamil KEK dan balita bermasalah gizi dinilai dapat diintervensi. Jadi apabila Dinas Kesehatan Sumut tetap melaksanakan PMT lokal maka dikhawatirkan akan terjadi duplikasi sasaran atau duplikasi anggaran sehingga menyalahi prinsip pembiayaan sebagaimana pada Bagian VI tentang pembiayaan dan administrasi juknis PMT lokal,” jelasnya.

Lebih lanjut, kata dia, penanggulangan stunting tidak hanya melalui pendekatan pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal, Namun berbagai upaya dapat dilakukan untuk kelompok sasaran mulai dari remaja, pasangan usia subur, ibu hamil, bayi dan balita.

Rijal menyebutkan, beberapa kajian ilmiah menyebutkan pendekatan yang saling melengkapi dengan PMT berbahan lokal untuk mencegah stunting antara lain Kajian Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan MS (Guru Besar Pangan dan Gizi IPB) pada 1.600 balita di Sumba dengan intervensi susu dan telur selama tiga sampai enam bulan maka ditemukan anak berat badan sangat kurang turun dari 42,1% menjadi 4,2 %. Selanjutnya ditemukan juga anak gizi baik naik dari 13,6% menjadi 68%.

Kemudian penelitian Nita Dwi Astikasari dan Wa Ode Sitti Apri Harliyanti menemukan bahwa Ibu hamil yang mengkonsumsi susu ibu hamil memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Berat Badan yang lebih besar dari ibu yang tidak mengkonsumsi susu ibu hamil.

Selanjutnya penelitian Sri Sumarni menyatakan terdapat peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil setelah pemberian susu ibu hamil maupun setelah pemberian tablet Fe dan terdapat perbedaan kadar hemoglobin antara ibu hamil yang diberi susu dan ibu hamil yang diberi tablet Fe.

Lebih jauh, tambahnya, bila dilihat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.01.07/MENKES/1928/2022 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stunting pada bagian Pencegahan Primer (Promotif) disebutkan pencegahan dapat dilakukan pada saat Posyandu dengan mengupayakan PMT yang mengandung protein hewani, seperti telur, ayam, ikan, daging, susu dan produk olahan susu.

"Oleh karena itu semua, maka Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara melakukan pergeseran anggaran belanja penambah daya tahan tubuh, di mana didalam rincian kegiatan semula belanja PMT lokal menjadi diantaranya belanja susu balita untuk usia diatas tiga tahun dan susu ibu hamil,” pungkasnya.(BS04)


Tag: