“Jadi untuk komoditi bawang putih, kalau lihat kondisinya memang impor bebas. Maka perlu pengawasan yang ketat,” katanya saat ditemui usai Raker Komisi VI dengan Menteri Perdagangan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (31/05/2017).
Hanya saja, dia heran, terkait naiknya harga bawang putih yang masuk melalui impor ini tidak sebanding harga bawang putih di negara asalnya yang hanya berada di kisaran 3.000-5.000 per kilogram. Sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) bawang putih yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Perdagangan sebesar 38.000 per kilogram.
“Nah, ini ada apa? Masa di negara asalnya saja turun, masa ketika masuk ke Indonesia harganya jadi melambung,” tutur politisi NasDem ini.
Nyat Kadir mensinyalir kenaikan ini, tidak lepas adanya permainan harga yang dilakukan oleh pihak tertentu yang memanfaatkan momentum bulan Ramadan dan Idul Fitri dengan kondisi bawang putih yang saat ini secara dominan merupakan hasil impor tersebut.
“Tidak ada jalan lain, saat ini harus yang dilakukan Pemerintah adalah memantau secara langsung ke pasar. Sergap dan tindak jika ditemukan pihak yang memilki niat tidak baik dengan memanfaatkan komoditi bawang putih ini,” tandasnya.
Dalam hematnya, kedepan, Indonesia harus memilki perundang-undangan terkait pengendalian harga. “Saya sudah sampaikan, agar hal ini tidak terus terulang maka sudah waktunya Indonesia memiliki sebuah undang-undang yang mengatur dan mengendalikan harga,” tegas mantan Walikota Batam ini.
Lebih jauh dia mengungkapkan, Malaysia, Jepang dan Filipina, sudah memiliki undang-undang pengendalian harga komoditi di pasaran dalam negerinya.
“Apalagi kita sudah memasuki pasar bebas. Tanpa regulasi yang memadai, harga ini akan dikontrol oleh pasar atau kapital,” katanya.
Dia berharap, dengan kehadiran UU pengendalian harga nantinya pemerintah akan memiliki payung hukum dalam mengontrol harga di pasaran.(rel)
Tag:
Ekonomi
Peristiwa
Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi
Politik & Pemerintahan