Saksi Ahli Korupsi BNI Mengaku Bukan Ahli Perbankan



Saksi Ahli Korupsi BNI Mengaku Bukan Ahli Perbankan
Google

Medan, (beritasumut.com) – Darwin Napitupulu selaku Auditor BPKP, terlihat gugup saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam persidangan perkara dugaan korupsi pengucuran kredit SKM BNI Rp117,5 milliar di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (05/03/2013).

Selama persidangan, saksi tampak tidak menguasai permasalahan. Parahnya lagi saat tim penasihat hukum menanyakan apa yang dimaksud audit, saksi harus buka buku. Saking gugupnya, ketika Baso Fakhruddin salah seorang penasihat hukum ketiga terdakwa menanyakan sejak kapan saksi mulai bekerja di BPKP, saksi sempat menjawab mulai bekerja pada 2005. Lalu penasihat hukum menanyakan selama sebelum bekerja anda di mana, saksi malah menjawab di rumah.

Mendengar penjelasan saksi, penasihat hukum kembali bertanya apakah biodata di BAP yang menyatakan saudara bekerja di BPKP semenjak 1985, saksi terlihat keringat dingin, sembari mengelak dirinya lupa dirinya bekerja di BPKP.

Kemudian tim penasihat hukum kembali melemparkan pertanyaan dasar atau ketentuan yang digunakan saat melakukan audit yang dilakukan ahli dalam kasus pengucuran kredit. Darwin mengatakan merujuk kepada pada UU Tahun 1995. Mendengar jawaban tersebut, lagi-lagi penasihat hukum menegaskan bahwa undang-undang tersebut tidak berlaku lagi karena sudah ada UU No 40 Tahun 2007 Tentang PT.

Begitu pula saat ditanyakan apakah saksi mempunyai kapasitas sebagai ahli perbankan, sehingga bisa menyatakan adanya kerugian negara dalam hasil auditnya, saksi dengan gamblang mengatakan tidak ahli dalam perbankan. "Saya tidak ahli dalam perbankan, perhitungan dilakukan sesuai dengan data yang disajikan oleh penuntut umum saat itu," ujarnya lagi.

Diakui saksi, dirinya menerima surat perintah untuk melakukan audit dari kejaksaan. Ketika itu dirinya melakukan perhitungan berdasarkan data-data yang diperoleh kejaksaan dan semua laporan hasil audit itu diserahkan kepada tim penuntut umum. Begitu juga menjawab pertanyaan penasihat hukum ketiga terdakwa soal konfirmasi ke BNI, lagi-lagi saksi mengatakan pihak tidak bisa melakukan konfirmasi langsung ke BNI. Kalaupun itu dilakukan harus didampingi penuntut umum dari kejaksaan.

Uniknya, lagi saat pencicilan yang dilakukan oleh pihak BDKL sendiri kepada BNI, sesuai dengan laporan keuangan 2011 sebesar Rp15 miliar, saksi mengatakan bahwa itu pengembalian kerugian negara. Mendengarkan hal itu baik penasihat hukum maupun majelis hakim merasa aneh dengan keterangan saksi.

Lho, kenapa itu pengembalian kerugian negara, padahal menurut penasihat hukum saksi sebagai ahli dalam kasus ini tidak menguasai permasalahan. Seharusnya saksi melihat dokumen dari pihak BNI, itu adalah pembayaran cicilan kredit bukan pengembalian kerugian negara.

Bahkan Ketua Majelis Hakim Erwin Mangatas Malau juga mempertanyakan kenapa itu dikatakan pengembalian kerugian negara. Padahal Boy Hermansyah sebagai Dirut BDKL menyatakan sudah melakukan pembayaran cicilan. Lagi-lagi saksi mengatakan karena prosedur proses pengeluaran tidak sesuai dalam pengeluaran kredit.

Namun keterangan saksi sebagai ahli ini justru berbalik lagi. Dirinya tidak mengetahui bahwa cicilan pembayaran kredit sudah ada, karena datanya yang diperoleh berasal dari jaksa. Mendengarkan hal itu penasihat hukum mengatakan bahwa apa yang dilakukan saksi itu keliru. Sebab sejak pengucuran kredit pada 2010 lalu, pihak BDKL selalu melakukan pembayaran cicilan tepat waktu sampai proses persidangan berlangsung terus lancar.

Walau saksi berdalih melakukan audit dari November 2011 sampai Mei 2012, kenapa sebagai saksi ahli justru tidak melampirkan hasil pembayaran cicilan sampai masa auditor selesai? Saksi lagi-lagi menjawab karena ini bukan audit investigasi maka dirinya hanya menerima data yang disajikan oleh penuntut umum kemudian mengolah data tersebut dan menyimpulkan adanya kerugian negara.

Setelah mendengarkan keterangan saksi, ketua majelis hakim menunda persidangan hingga esok mendengarkan keterangan saksi dari BI. (BS-021)


Tag: