Ekonomi

PPATK : Kepala Daerah Waspadai Peredaran Uang Tunai



PPATK : Kepala Daerah Waspadai Peredaran Uang Tunai
Beritasumut.com/Ilustrasi
PPATK

Beritasumut.com-Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M Yusuf, mewanti-wanti setiap kepala daerah agar tidak terlibat korupsi. Menurutnya, solusi penanganan korupsi terletak pada pengendalian transaksi dana melalui transparansi keuangan. Hal ini mengingat banyaknya praktek rasuah yang melibatkan uang cash atau uang tunai.

"Itu jelas ditemui ketika Pileg, Pilkada dan proses anggaran, sehingga kita mencium uang-uang seperti ini kemungkinan besar digunakan untuk tidak baik," tuturnya saat memberi pembekalan kepala daerah di Gedung BPSDM Kemendagri, Kalibata, Jakarta, Jumat (27/05/2016), sebagaimana yang dilansir dari laman resmi kemendagri.go.id.

Disampaikan Yusuf, transaksi korupsi dengan dana tunai dapat dilihat dari banyaknya penarikan dan penerimaan uang tunai secara besar-besaran dari bank. Yang cukup mengagetkan, ketika dilacak pemilik rekening tersebut adalah Kepala Daerah atau Politisi. Nominal uang masuk atau keluar diluar nalar, bahkan pernah ada penerimaan uang cash hingga Rp 500 juta.

Fenomena itu membuat seakan-akan wajar, jika penggunaan uang tunai dihubungkan dengan tindakan rasuah. Pasalnya, jika ingin menggerakkan uang bisa menggunakan fasilitas ATM. Namun, banyak pihak memilik tidak memakai fasilitas tersebut karena berbagai macam
alasan, terutama takut terlacak pergerakannya oleh PPATK. "Jadi saya katakan, diawala perlu dibangun komitmen supaya tidak kebablasan soal uang cash ini," terang Yusuf.

Ketetapan yang dimaksud PPATK adalah kemauan bersama untuk melakukan transparansi. Transfer antar Pemda dan sistem pergerakan uang yang terbuka menjadi salah satu solusi. DKI Jakarta dikatakan Yusuf sudah melakukan hal tersebut di lingkungan Pemda-nya. Hal tersebut saat ini sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Masyarakat bahkan memberi stigma negatif kepada Kepala Daerah usai menyelesaikan masa tugas mereka. Pasalnya, banyak pemimpin di daerah yang harus mendekam di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah tak menjabat.

Jangan sampai, lanjut Yusuf, penilaian itu berlarut di masyarakat sehingga menjadi cerita buruk bagi generasi selanjutnya. Oleh karenanya, ia melihat tindakan Presiden Joko Widodo meminta rekomendasi PPATK sebagai langkah tepat. "Kita perlu mencari betul figur yang tepat yang bebas dari KKN dan dosa masa lalu misalnya dimintakan klarifikasi dari PPATK sebelum diangkat. Misalnya seperti para menteri kemarin," pungkasnya. (BS02)


Tag: